Tanggapan atas Bima Satria Putra[1]
[Tulisan ini sebelumnya telah dipubikasikan di anarkis.org, namun dipublikasikan ulang karena saya kurang kerjaan :)]
Sumber gambar: https://anarkis.org/2017/11/30/menyoal-kepercayaan-sang-anarkis/ |
Saya mengucapkan terimakasih untuk Bima yang telah berusaha menjelaskan
maksudnya sekaligus menjawab kecurigaan saya[2].
Semua telah dijawab. Dan sayalah yang salah sejak awal, karena telah menanggapi
(sebenarnya tidak dengan serius) tulisan yang luar biasa ignorant tersebut[3].
Saya seharusnya sadar bahwa ini bukan soal kesalah-pahaman. Ini adalah
kepercayaan, ini soal iman sang anarkis. Maka sebagai orang yang tidak beriman
dan dituduh terlalu serius, saya ingin mengulang kembali kesalahan sambil
bercanda dengan serius untuk terakhir kalinya dalam upaya mendemistifikasi
kepercayaan Bima terlebih khusus pada artikelnya yang berjudul: Masih Perihal Primata: Menyelesaikan Apa
yang Tidak Kita Mulai.
Ada beberapa hal menarik dalam artikel tersebut, namun saya secara umum
menyimpulkan 5 hal, bahwa Bima:
- Menolak membedakan anarkis adalah anarkis, marxis adalah
marxis.
(Percaya pada: “kemungkinan akan adanya
keberagaman sintetis dari keduanya”)
- Percaya pada kediktaktoran
proletariat.
(Mengusulkan: “kediktatoran oleh proletariat, dalam
wujud sebuah swa-pemerintahan, ketika
proletariat menindas dan membersihkan sisa-sisa ‘dunia’ yang lama dengan
kekuatannya sendiri, dalam bentuknya yang bervariasi, entah itu dewan, komune,
atau asosiasi bebas”)
- Percaya pada kepeloporan (vanguardism). (Melihat: “kapasitas
intelektual masing-masing orang yang berbeda-beda” karenannya “tidak bermasalah untuk dipimpin oleh
orang-orang yang di anggap lebih
mampu dan hebat” dan mensyaratkan bahwa: “’Pemimpin-pemimpin’ ini hanya akan berkerja bersama dalam semangat
persaudaran dan kesetaraan, dalam suasana egalitarian”)
- Meyakini anarkisme sebagai
kunci jawaban.
(“Memutuskan untuk menjadikan anarkisme (secara
spesifik anarkis-komunisme dan ragam tradisinya) sebagai ‘kunci jawaban’ dengan
menempatkannya sebagai cita-cita perubahan sosial yang menyeluruh atas sebagian
besar permasalahan saat ini”)
- Konsekuensi dari poin (2) dan
(3) adalah kepercayaan yang berlebihan
akan massa.
Tulisan ini secara khusus akan menaggapi lima (5) kepercayaan Bima
tersebut di atas:
Tanggapan untuk poin (1):
- a. Anarkis adalah anarkis dan
marxis adalah marxis. Untuk sampai pada kesimpulan ini, kita harus mendefinisikan apa itu Marx, marxisme,
marxis, anarki, anarkisme dan anarkis. Begitu juga dengan Libertarian Marxism, Autonomist
Marxism dan Marxism–Leninism.
Dengan begitu kita tahu bahwa ada tokoh, ada pemikiran dan teori
sosial-politik, ada ideologi, ada intepretasi pemikiran dan ada orang atau
kelompok orang yang menggunakan pemikiran tertentu entah sebagai pendekatan,
metode dan analisis, sebagai praktek ataupun sebagai cita-cita.
- b. Jika kita mengakui bahwa :”kemungkinan
akan adanya keberagaman sintetis” antara anarkisme dan marxisme dengan
mengatakan bahwa: “sangat memungkinkan
bahwa seorang anarkis menggunakan sebagian analisis Marxian tanpa harus menjadi
marxis”, maka pada dasarnya kita mengakui bahwa dua hal tersebut berbeda:
Marxis adalah marxis dan anarkis adalah anarkis. Dengan mengidentifikasi
perbedaanya, barulah kita tahu apa yang bisa disintesiskan. Karena sintesis
hanya bisa dilakukan pada dua unsur atau elemen yang berbeda: a+b=ab. Carbon
(C) + Oksigen (O2) = Carbon dioksida (CO2).
- c. Jika kita mengidentifikasi marxis sebagai individu yang menggunakan
ajaran Marx dan marxisme sebagai pakem, maka dapat dikalimatkan: Marxis adalah mereka yang setia pada
ajaran-ajaran Marx sekaligus patuh dalam mengaplikasikan marxisme dan karenanya
ia wajib melakukan abstraksi atas ide dan metode yang ditawarkan Marx dalam
upaya menuju cita-cita komunisme. Ini berbeda dengan anarkis yang tidaklah
tunggal, multi-varian dan tidak ada tokoh sentral di dalamnya. Jika kita
mengidentifikasi anarkis adalah individu yang mendasarkan anarkisme dalam
segala variannya sebagai ide dan praktek, maka bisa dikalimatkan: Anarkis adalah mereka yang tidak setia pada
ajaran-ajaran tokoh (secara tegas menolak ketokohan?) sekaligus tidak patuh dalam mengaplikasikan isme-isme
yang ada (secara tegas menolak isme?), dan karenanya ia bebas mengartikulasikan
segala macam pendekatan, teori, metode dan lain sebagainya dalam upaya menuju
cita-cita anarkisme. Karenanya tidaklah haram bagi
para anarkis untuk membaca teks-teks Marx atau menggunakan sebagian analisis
marxisme (kalaupun mau). Lagipula nampaknya para anarkis belum mau move on dari pengalaman persahabatannya dengan para marxis, di mana
semua tahu, yang satu sering mengkhianati dan yang satu sering memaafkan (pelupa?).
- d. Libertarian Marxism, Autonomist Marxism, dll, adalah perkawinan sebagian ide dan praktek
antara tendensi anarkisme dan marxisme. Tidak pernah ada sintesis secara utuh,
sehingga saya tidak (belum) pernah mendengar ada marxis anarkis, atau anarkis
marxis. Tapi entahlah, kemungkinan selalu ada, siapa yang sangka jika ternyata
ada kondom rasa buah?
- e. Tentu saja terjebak dalam dikotomi anarkis dan marxis adalah kurang
kerjaan, saya tidak berniat untuk mengusulkan segerasi sektarian antar
tendensi. Namun adalah lucu jika seseorang mengidentifikasi diri dalam satu tendensi namun
gagal menunjukan perbedaannya dengan yang lain. Jika gagal dalam menemukan
perbedaan pasti gagal dalam menemukan kesamaan (kalaupun ada). Makanya ada saja
yang berkata: ”aku anarko, dan aku tidak suka pelabelan!” jeng..jeng..
Tanggapan untuk poin (2):
- a. Apapun bentuknya, kediktatoran adalah kediktatoran, ia mengandung
karakter otoriter yang inheren di dalamnya. Walaupun diutak-atik dari: kediktatoran proletariat menjadi kediktatoran
oleh proletariat ia bermakna sama. Kediktatoran adalah wujud dari dominasi.
Kediktatoran oleh proletariat adalah
juga yang dimaksudkan oleh Marx dalam: The
Class Struggles in France, 1848 - 1850, ketika istilah tersebut digunakan sebagai wujud apresiasi pada
capaian Komune Paris, sekaligus menegaskan pertentangannya dengan kediktatoran
borjuis. Klaim Komune Paris sebagai contoh kediktatoran
proletariat kemudian diulangi Lenin. Di lain sisi Bakunin menolaknya dengan
menuliskan: “They say that such a yoke –
dictatorship is a transitional step towards achieving full freedom for the
people: anarchism or freedom is the aim, while state and dictatorship is the
means, and so, in order to free the masses of people, they have first to be
enslaved![4]”
- b. Saya belum menemukan teks yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk seperti
dewan, komune, atau asosiasi bebas dibentuk sebagai sebuah kediktatoran
proletariat selain klaim dari mereka yang tidak terlibat di dalamnya. Tidak ada
satupun anggota communard yang menyatakan bahwa Komune Paris adalah bentuk
kediktatoran proletariat, selain tentu saja Marx dan Lennin. Berdasarkan
keterangan Vsevolod Mikhailovich Eikhenbaum alias Volin, soviet pertama yang
terbentuk pada Januari 1905 di St Petersburg Russia, merupakan dewan pekerja
yang mengampanyekan gerakan buruh otonom, dan tidak ada hubungannya dengan
kediktatoran proletariat, begitu juga dengan soviet-soviet yang lain, sampai akhirnya Bolshevik hadir.
- c. Bagaimana mungkin sebuah upaya pembebasan ditempuh dengan jalan
penindasan? Inilah moral budak, kebencian terhadap penindasan termutasikan pada
dua bentuk; menikmati penindasan atau mereproduksi penindasan. Karena
kebenciannya lahir dari rasa ketidak-berdayaan akibat kekuasaan di atasnya,
maka upaya yang dilakukannya adalah membalik keadaan; merebut kekuasaan
alih-alih menghancurkannya. Menjadi berkuasa alih-alih menjadi bebas.
Pemberontakan seharusnya dilihat sebagai upaya merebut kebebasan bukan merebut
kekuasaan. Sehingga perang sosial adalah materialisasi dari kesadaran, bukan
kecemburuan dan iri.
- d. Walaupun banyak kelompok atau individu dalam lingkar anti-otoritarian
yang membahas model masyarakat anarkis masa depan, tapi tidak ada kesepakatan
tunggal di dalamnya. Beberapa bahkan meragukan keseluruhannya: model, masyarakat anarkis, dan masa
depan itu sendiri. Yang pasti, anarkis menolak setiap bentuk penindasan,
konsep penjara misalnya tetap ditolak sampai hari ini. Mentolerir kediktatoran
berarti mentolerir penindasan.
- e. Dalam menjawab pertanyaan
seperti bagaimana menghadapi ancaman dan atau apa yang disebut Bima sebagai: kontra revolusioner, para anarkis
mengusulkan self defense dan mutual defense. Sebagai bagian dari aksi
langsung, tindakan tersebut tidak hanya berguna dalam mengahadapi opresi negara
dan kapitalisme, tapi juga berguna dalam menghadapi para bajingan, psikopat dan
sosiopat, sekaligus mendelegitimasi peran penegakan
hukum.
Tanggapan untuk poin (3):
- a. Satu-satunya publikasi anarkis yang menggunakan Vanguard sebagai nama adalah Vanguard: A Libertarian
Communist Journal yang dikelola oleh kelompok anarkis sindikalis bernama Vanguard Group di New York City (1932-1939). Berdasarkan sejarah terbentuknya dan
beberapa konten tulisan di dalamnya jelas publikasi ini masih terpengaruh
dengan kepeloporan a la Bolshevisme. Menjelang akhir tahun1938 salah satu pendirinya Mark
Schmidt memuji capaian ekonomi Stalin dan mengajak rekan-rekan anarkisnya untuk
bergabung dengan United Front yang sebelumnya
mereka tolak. Sam Dolgoff (seorang sindikalis) menyebut Mark Schmidt sebagai
seorang hipokrit komunis yang berlagak anarkis[5]. Terdapat beberapa
publikasi yang menggunakan vanguard sebagai nama,
seperti: Vanguard Press (1926–1988), merupakan penerbit di Amerika yang secara umum
mempublikasikan buku-buku bertema sosialis dan The Vanguard (Januari–Maret 1853)
didirikan oleh George Julian Harney sebagai media publikasi sosialis. Artinya
tidak ada publikasi khusus anarkis yang menggunakan nama Vanguard sebelum tahun 1917.
- b. Kepeloporan (vanguardism)
mengandaikan kumpulan massa yang pasif dan ketakutan sekaligus mengkondisikan
para pengembala. Kepeloporan
melegitimasikan representasi di atas presentasi. Karakter ini mensubordinatkan
individu pada keputusan orang atau sekelompok orang dan mengabaikan
inisiatif-inisiatif individu.
- c. Upaya glorifikasi ikon-ikon
pemimpin hanya dilakukan oleh dua pihak: para pengecut dan para munafik.
Pengecut melakukannya dalam upaya menantikan kedatangan martir dan mesias yang
akan berjalan didepan mereka ketika perang terjadi. Sementara para munafik
melakukannya karena menyimpan kebusukan dalam hatinya untuk kelak bisa
berkuasa. Karenanya kalaupun mesti, hanya para pemberani yang sadar yang akan
berkata: Tidak akan ada Rojava tanpa pejuang Rojava, tidak akan ada Komune Paris tanpa communard,
tidak akan ada pemberontakan anarkis di Ukraina tanpa petani dan buruh-buruh
anarkis!!
- d. Pengakuan atas keunikan masing-masing individu juga
berarti pengakuan akan potensi dan kelemahan, serta perayaan terhadap
perbedaan. Namun membeda-bedakan individu ke dalam kapasitas dan kemampuan intelektual
adalah wujud pengakuan spesialisasi, yang mengamini separasi manusia dalam
spesifikasi kerja sebagai dasar division
of labour. Hal ini juga berarti legitimasi atas borjuasi intelektual,
sekaligus pengingkaran atas potensi unik masing-masing individu. Pengingkaran
inilah yang kemudian melegitimasi term-term penguatan masyarakat, pemberdayaan,
peningkatan kapasitas, dll, yang sejatinya adalah pembodohan dan pelemahan.
- e. Masing-masing individu memiliki potensi. Sekali lagi, potensi, bukan
kapasitas. Kapasitas dapat terukur namun tidak dengan potensi. Kapasitas dapat
dikonversi menjadi setara dengan satuan-satuan tertentu, namun dalam potensi
tersimpan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga. Sangat menyenangkan
ketika mengetahui bahwa beberapa individu telah menseriusi satu atau beberapa
bidang, misalnya seni. Kemudian berbagi dengan yang lain. Atau beberapa dari
mereka yang sangat signifikan mengembangkan potensi keunikannya dan mengajak
yang lain untuk ikut terlibat dalam prosesnya atau sekedar menikmati. Bahwa
kita bisa duduk bersama sambil berdialog tentang banyak hal tanpa perlu ada
dominasi dan anggukan kepala akibat pengakuan kapasitas yang lain lebih baik
dari yang lainnya, sehingga siapapun bisa menuangkan anggur dalam gelas tanpa
perlu menunggu giliran.
- f. Pengetahuan soal evolusi misalnya, tidak membutuhkan kapasitas
intelektual seperti yang digambarkan Bima. Sebagai orang yang menempuh
pendidikan formal, Bima seharusnya mau mengakui bahwa materi tentang evolusi
telah diperoleh sejak tingkat sekolah menengah pertama (SMP)[6].
Persoalannya
terserah pada individu untuk menganggapnya penting dipelajari atau tidak, mau
spekulatif atau serius. Tentu saja ini soal minat dan ketertarikan individu. Lagi pula banyak bukti bahwa tidak
perlu menjadi biolog untuk tahu soal evolusi. Kropotkin misalnya bukanlah
seorang biolog, namun menjelaskan panjang lebar soal mutual aid, sebagai kritik atas Darwin dan miskonsepsi atas evolusi
yang dilakukan darwinis sosial. Ini dengan demikian membantah argumen yang
mengatakan bahwa hanya biolog yang bisa bicara biologi dan hanya matematikawan
yang bisa bicara matematika. Sekaligus membuktikan bahwa tidak ada ilmu yang
rumit jika kita mau belajar. Tidak sedikit sarjana pertanian yang belajar dari
petani yang tidak pernah tahu apa itu unsur hara dan kimia tanah, atau sarjana
ilmu kelautan belajar dari nelayan yang tidak pernah tahu soal dinamika pantai
dan oseanografi. Ini mungkin yang saya pahami dari sebuah lirik lagu: “semua orang itu guru, alam raya sekolahku”
atau dari semangat “do it yourself”
atau “do it with your friends”.
- g. Lagipula apakah jika Marx tidak dilahirkan maka tidak ada penghisapan
nilai-lebih? Atau apakah jika Kropotkin semasa mudanya memutuskan mengakui
gelar pangerannya dan tidak jadi bertualang ke Siberia maka mutual aid tidak ada? Tentu tidak demikian,
karena selama ada kapitalisme maka pengisapan nilai lebih akan selalu ada. Dan
selama ada aktivitas organisme maka mutual
aid akan tetap ada. Ada atau tidaknya Prhoudon, Bakunin, dll, anarkis akan
tetap ada. Apakah jika Bakunin tidak pernah dilahirkan maka karakter
kolektivisme tidak ada? Tentu tidak demikian. Atau apakah jika tidak ada sub
kultur punk di Indonesia maka anarkisme tidak akan eksis di Indonesia?
- h. Yang mau saya katakan
adalah: Menunggu pelopor adalah menuggu mesias...!! saya tidak butuh mesias,
bung...!!
Tanggapan untuk poin (4):
- a. Jawaban akan benar pada
pertanyaan yang benar. 2 akan menjadi jawaban yang benar untuk: 1+1, 3-1, 4-2,
dll, sebaliknya 2 tidak bisa digunakan sebagai jawaban yang benar untuk: 4+4
atau 3+5. Dengan demikan 2 sebagai jawaban hanya berlaku benar pada pertanyaan-pertanyaan
tertentu. Atau dengan kata lain 2 tidak bisa digunakan sebagai jawaban yang
benar untuk semua pertanyaan matematis. 2 akan tetap ada sebagai bilangan tanpa
perlu ada pertanyaan, namun 2 sebagai jawaban akan berlaku benar pada
pertanyaan yang benar. Atau coba dengan yang lain; kursi akan tetap ada tanpa
perlu ada pertanyaan: apa nama tempat untuk duduk?. Namun kursi sebagai jawaban
akan berlaku benar pada pertanyaan tersebut dan berlaku sebagai jawaban yang
salah untuk pertanyaan misalnya: apa nama tempat untuk boker?.
- b. Jika hal di atas diakui maka berlaku syarat selanjutnya: benar-salah
tidak hanya ditentukan oleh seberapa tepat ia menjawab pertanyaan tapi juga
terikat oleh ruang dan waktu. Mari kita lihat contohnya: Salah satu penyebab
perbedaan pandangan antara Darwin yang lebih banyak menekankan pada kompetisi
dan Kropotkin yang lebih melihat bahwa selain kompetisi ada juga mutual aid sebagai faktor pendorong
evolusi, adalah lokasi dan waktu pengamatan keduanya yang berbeda. Coba kita
lihat, Lokasi pengamatan Darwin di Kepulauan Galapagos: secara geografis kecil,
terisolasi laut, iklim sedang, hanya ada dua musim, dan sumberdaya sangat
terbatas dalam memenuhi kebutuhan populasi. Sementara lokasi pengamatan
Kropotkin di Siberia: secara geografis luas, tidak terisolasi laut, kondisi
iklim ekstrim, terdapat 4 musim, namun sumberdaya lebih banyak dibanding
populasi. Pertanyaannya sama, apa faktor evolusi dalam mekanisme seleksi alam?
Jawabannya menjadi berbeda akibat ruang dan waktu yang berbeda. Namun apakah
kompetisi dan mutual aid adalah
pendorong kesuksesan evolusi? Ya! Dengan begitu jawaban akan berlaku benar pada
pertanyaan-pertanyaan tertentu berdasarkan ruang dan waktu.
- c. Namun terhadap ruang dan waktu, jawaban tidaklah dilihat dalam konsep absolut
dan relatif, karena perlu diingat bahwa karakter ekspansi kapital hari ini
adalah dengan mendeferensiasi sekaligus menyeragamkan ruang dan waktu.
karenanya kita akan melihat perbedaan misalnya pembangunan infrastruktur di
berbagai daerah, namun dengan segera mengetahui bahwa semangatnya sama:
penindasan dan penghisapan. Contohnya skema MP3EI yang membagi Indonesia
berdasarkan zona-zona ekonomi. Atau bagaimana eksploitasi pada dasarnya
sama-sama terjadi pada buruh pabrik dan pekerja kerah putih, namun dalam bentuk
yang berbeda, sehingga nampak jelas pada buruh kasar namun begitu samar pada
pekerja kerah putih. Penindasan dan penghisapan hadir dengan berbagai bentuk,
dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda, namun tunggal dalam sifatnya.
- d. Karenanya jawaban tidaklah relatif, pertanyaanlah yang harus
direlatifkan. Artinya pertanyaan harus diturunkan, itulah kenapa kita butuh
seperangkat pertanyaan. Selain agar terhindar dari perangkap empirisme,
pertanyaan yang benar menunjukan seberapa kita paham akan masalah yang ada.
- e. Kalaupun anarkisme menjadi jawaban itu bukan karena diputuskan atau dijadikan
tapi karena ia berlaku benar pada pertanyaan-pertanyaan tertentu. Sehingga
anarkisme haruslah diturunkan dalam metode atau pertanyaan-pertanyaan yang
kongkrit, contohnya seperti: apakah konsensus dapat menjadi mekanisme yang
tepat dan efisien dalam pengambilan keputusan? Apa ukuran tepat dan efisien?
Bagaimana melakukannya secara tepat dan efisien? Dalam kondisi apa aksi
langsung dapat dilakukan? Atau bagaimana melihat krisis ekologi dalam
perspektif anarkis? Apa itu perspektif anarkis? Ini dilakukan bukan untuk
mencari pembenaran tapi untuk membuktikan benar ataupun salah. Karena sebagai
jawaban ia haruslah bisa dibuktikan benar-salahnya. Ketika jawaban masih kemungkinan benar, ia juga menyimpan kemungkinan salah. Sehingga ada jalan
yang mesti ditempuh untuk memastikannya bukan hanya sekedar mungkin benar, salah satunya lewat
eksperimentasi.
- f. Eksperimentasi sebagai bagian dari metode haruslah mengambil bentuk yang
beragam. Seperti yang Einstein katakan, hanya orang gila yang mengharapkan
hasil yang berbeda dari cara yang sama. Anarkis punya banyak metode, dan tidak
ada yang lebih unggul di antara satu dengan yang lainnya. Pun banyak metode
yang disintesiskan. Semua efektif ketika dilakukan dalam pertimbangan untuk
tujuan tertentu. Sehingga menurut saya tidak ada ukuran mana yang paling
revolusioner antara mereka yang melempar kaca jendela dengan mereka yang
melakukan bossnapping, karena
keduanya bukanlah jawaban, keduanya adalah upaya dalam menjawab pertanyaan,
keduanya adalah taktik. Sehingga black
block misalnya mestilah dilihat sebagai taktik, bukan tujuan, ia adalah
sarana. Hal ini sama seperti insureksi, ia adalah metode. Sehingga siapapun
dapat melakukan insureksi. Adalah amnesia jika mengatakan insureksi hanyalah
milik para ilegalis, atau ekslusif untuk kelompok individualis misalnya, karena
tidak sedikit aktivitas insukersioner yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
komunis anarkis, sindikalis dan platformis. Malahan insureksi secara spesifik
bukanlah milik para anarkis, semenjak ia juga dipraktekan oleh banyak kelompok.
- g. Tidak ada masalah jika Bima “memutuskan
untuk menjadikan anarkisme sebagai kunci jawaban dengan menempatkannya sebagai
cita-cita perubahan sosial yang menyeluruh atas sebagian besar permasalahan
saat ini”. Yang jadi soal menurut saya adalah tiga hal: Pertama, apakah ia
menjadi jawaban yang benar atau tidak? Kedua, benar pada pertanyaan apa?
Ketiga, apa dasar dari memutuskan untuk
menjadikan? Ini pun harus diterangkan dari kaburnya dua definisi: jawaban dan cita-cita.
- h. Upaya dalam menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban ini, bukanlah
untuk menjadikan anarkisme hanya sebatas bidang ilmu atau menerapkannya sebagai
instrumen analisis sosial, ini adalah upaya mendemistifikasi anarkisme, menghancurkan
kesakralannya, agar
ia tidak hanya sekedar ide langitan nan utopis, ia mesti dikongkritkan atau
dilupakan sama sekali. Sehingga ia bukanlah sabda dan pengakuannya bukan karena keimanan. Hal ini juga agar kita
dapat membedakan apa itu inisiatif dan spontanitas dan apa itu reaksioner.
- i. Ini tentu tidak penting bagi saya yang dituduh egois dan anti sosial,
tapi nampaknya
ini penting bagi mereka yang menyasar revolusi sosial. Bukan apa-apa, tapi sama
seperti penjual kitab suci, "kebenaran" adalah harga yang mahal.
Tanggapan untuk poin (5):
- a. Salah satu landasan anarkisme adalah otonomi individu. Anarkisme
mengakui individu sebagai sebuah entitas dan menolak bentuk-bentuk dominasi dan
eksploitasi manusia atas manusia dan manusia atas alam. Apapun varian anarkisme
dari yang paling kiri sampai paling kanan, otonomi individu adalah salah satu
titik berangkatnya. Semua jenis varian anarkisme sosial tetap mengandaikan
kebebasan individu dalam lingkup kesetaraan sosial.
- b. Tentu saja kehadiran individu mengandaikan individu yang lain. Sebagai organisme
yang tidak dapat membelah diri, kehadiran manusia pasti membutuhkan 2 individu
parental. Tapi apakah kebermaknaan individu baru ada dalam kolektif atau tidak,
masih bisa kita perdebatkan.
- c. Melalui pengakuan otonomi individu dan adanya kesepakatan dalam sebuah
relasi yang dibuat secara sadar dan setara, barulah asosiasi bebas dapat
tercipta. Sehingga tiap-tiap individu adalah subjek revolusioner yang akan
berbicara mewakili dirinya sendiri dan memungkinkan untuk mengambil inisiatif
masing-masing. Ketika itu terjadi barulah sebuah kelompok otonom dapat berkata: "kami".
- d. Manusia adalah mahkluk sosial dan anti-sosial disaat yang bersamaan,
kata Novatore.
Sebagai mahkluk berpikir dan berkesadaran, manusia memiliki hasratnya
masing-masing, berbagi dengan sesamanya tentu saja adalah pilihan. Sehingga kepentingan kolektif
seharusnya dilihat sebagai kepentingan individu-individu yang terlibat di
dalamnya. Karena para anarkis paham bahwa kapitalisme dan kuasa negara berjalan
dalam relasi sosial, maka penting untuk melihat kembali relasi tersebut aggar
tidak semata-mata hanya sebatas relasi produksi, kontrol dan penghisapan.
- e. Tidak ada perbedaan yang dapat disatukan secara utuh, perbedaan hanya
bisa dirayakan lewat asosiasi bebas. Karenanya hanya ada dua jalan dalam
mewujudkan persatuan: kooperasi dan represi.
- f. Kooperasi dan represi disini mestilah tidak dilihat secara hitam-putih.
Ini adalah dua sisi mata uang. Karena kooperasi dalam rezim negara dan
kapitalisme adalah jebakan batman yang lebih norak dari acara-acara reality show. Kemitraan, pemberdayan,
dll adalah contoh-contohnya. Kooperasi ini pun sebenarnya mengandung
karakter represi. Ingin contoh? Papua dan Aceh saya rasa cukup! Karena definisi
sebenarnya dari NKRI adalah: bergabung atau dihancurkan!
- g. Para anarkis tentu saja menerima kooperasi sambil menolak represi. Nah,
dalam intepretasi soal kooperasi inilah banyak perdebatan terjadi. Soal
organisasi misalnya, para anarkis berselisih paham pada beberapa hal terkait
kebutuhan akan organisasi, bentuk dan sifatnya, jumlah, dll. Varian komunis
anarkis, sindikalis, kolektivis, dll, melihat bahwa ada kebutuhan terhadap
organisasi formal, beberapa bahkan mengusulkan organisasi massa yang permanen.
Sementara beberapa dari para inividualis-nihilis mengusulkan sebuah organisasi
informal yang temporer. Yang lainnya menolak organisasi apapun bentuknya.
- h. Manusia cenderung berkelompok dalam ukuran kecil, kelompok ini didasari
banyak faktor: hubungan kekerabatan, kedaerahan, dll. Kelompok kecil pada
umumnya memiliki ikatan yang erat dan solid. Beberapa asosiasi antar kelompok
otonom pada masa lampau terjadi dengan semangat mutual aid, mereka akan melakukan persatuan temporer dengan
kelompok lainnya ketika misalnya untuk menghadapi invasi dari kelompok luar,
atau terjadi musibah. Hubungan mutual tentu saja tidak hanya berhubungan dengan
ancaman, namun berkaitan dengan asosiasi lainnya misalnya perdagangan, dll.
Sementara penyatuan kelompok-kelompok kecil kedalam kelompok yang lebih besar,
berjalan seiring dengan sejarah penaklukan.
- i. Kepercayaan akan jumlah hadir bersama dengan sejarah penaklukan. Salah
satu syarat jenis hewan yang didomestikasi adalah hewan yang secara sosial
berkelompok. Kenapa? Karena cenderung hierarkis dan mudah dikontrol. Dan
percayalah itu juga terjadi pada manusia. Jumlah menjadi penting dalam angkatan
perang, koloni, budak, dll. Semakin besar jumlahnya semakin baik.
Konsekuensinya, melawan jumlah dengan jumlah.
- j. Sehingga kalaupun ada kebutuhan, asosiasi kelompok-kelompok ataupun
komunitas, entah dalam bentuk solidaritas, dll, mestilah dilihat sebagai sebuah
asosiasi bebas bukanlah penyatuan. Sehingga skala besar atau kecil bukanlah
soal jumlah tapi soal saberapa masif atau tidak.
Tanggapan tambahan:
- a. Ya, petualangan itu menyenangkan. Jika Emma Goldman menginginkan berdansa dalam revolusinya, saya menginginkan petualangan, dengan atau
tanpa revolusi. Apa gunanya hidup tanpa kegembiraan masing-masing individu?
- b. Jika hanya untuk menemukan bahwa “kita
berada di bawah kolong langit yang sama” maka saran saya, tidak perlu ke
hutan atau memandangi bintang-bintang. Ya, tapi ini konsekuensinya, ada dua
jenis orang yang masuk ke dalam hutan, mereka yang hanya ingin tahu ada apa
saja di hutan dan mereka yang ingin tahu apa yang sementara terjadi di hutan.
Saya tidak kaget dengan ini, jenis orang pertama inilah yang datang ke sebuah
aksi atau ke komunitas masyarakat yang sedang melawan kemudian terpesona dengan
apa yang ada di sana, tanpa mencoba memahami apa yang sedang terjadi atau yang
telah terjadi: ya, difoto-foto, pulang, upload di medsos, pake caption: tetap melawan!, panjang umur
anarki!...bla..bla..bla...
- c. Dan ya, sebagai tanggapan, apa
yang saya bicarakan di sini mestilah diragukan, karena yang pasti ini bukanlah
sabda yang perlu diamini.
Catatan:
[1] Ini adalah tanggapan untuk tulisan Bima Satria Putra berjudul: Masih
Perihal Primata: Menyelesaikan Apa yang Tidak Kita Mulai: https://anarkis.org/2017/10/27/masih-perihal-primata-menyelesaikan-apa-yang-tidak-kita-mulai/
[2] Tulisan Bima sebenarnya adalah tanggapan atas tulisan saya berjudul:
Primata, Evolusi, Anarkisme. Lihat: http://anarkis.org/primata-evolusi-anarkisme-bagian-1/
[4] Mikhail Bakunin. 1873. Statism
and Anarchy
[5] Sam Dolgoff. 1986. Fragments: A
Memoir. Refract Publications. Cambridge. Hal. 23.
[6] Lihat pada silabus mata pelajaran Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTS) khusus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang
dikeluarkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan 2017, untuk kelas IX
dicantumkan materi pokok bahasan tentang pewarisan sifat, di dalamya terdapat
sub bahasan adaptasi dan seleksi alam. Silabus ini disesuaikan dengan
silabus-silabus pada tahun sebelumnya.
Tanggapan atas Bima Satria Putra [1] [Tulisan ini sebelumnya telah dipubikasikan di anarkis.org , namun dipublikasikan ulang karena saya ...